Teori behaviorisme (Mazhab 2) John Broades Watson
Teori belajar S-R (stimulus – respon) yang langsung ini disebut juga dengan koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik.
Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum. Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R singkatan dari Respons.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur, misalnya : Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya yang ketat.
Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya. Misalnya, “Bagus!, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus”.
Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu namanya penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang.
Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpapenguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant). Ada satu lagi teori belajar yang masih menganut paham behaviorisme ini adalah teori belajar sosial dari Bandura.
D. Penutup
Penekanan Teori Behviorisme adalah perubahan tingkah laku setelah terjadi proses belajar dalam diri siswa. Teori Belajar Behavioristik mengandung banyak variasi dalam sudut pandangan. Pelopor-pelopor pendekatan Behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia merupakan hasil suatu proses belajar dan karena itu, dapat diubah dengan belajar baru. Behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu :
1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah. Berdasarkan bekal keturunan atau pembawaan dan berkat interaksi antara bekal keturunan dan lingkungan, terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas dari kepribadiannya.
2. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri,menangkap apa yang dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar.
4. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum. Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R singkatan dari Respons.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur, misalnya : Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya yang ketat.
Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya. Misalnya, “Bagus!, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus”.
Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu namanya penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang.
Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpapenguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant). Ada satu lagi teori belajar yang masih menganut paham behaviorisme ini adalah teori belajar sosial dari Bandura.
D. Penutup
Penekanan Teori Behviorisme adalah perubahan tingkah laku setelah terjadi proses belajar dalam diri siswa. Teori Belajar Behavioristik mengandung banyak variasi dalam sudut pandangan. Pelopor-pelopor pendekatan Behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia merupakan hasil suatu proses belajar dan karena itu, dapat diubah dengan belajar baru. Behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu :
1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah. Berdasarkan bekal keturunan atau pembawaan dan berkat interaksi antara bekal keturunan dan lingkungan, terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas dari kepribadiannya.
2. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri,menangkap apa yang dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar.
4. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
Komentar