Perlukah pendidikan seks pada anak usia dini?
Anak-anak dan remaja rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks.
Jika tidak mendapatkan pendidikan seks yang sepatutnya, mereka akan
termakan mitos-mitos tentang seks yang tidak benar. Informasi tentang
seks sebaiknya didapatkan langsung dari orang tua yang memiliki
perhatian khusus terhadap anak-anak mereka.
Masalah seks masih dianggap tabu dibicarakan di depan anak-anak apalagi
untuk mengajarkannya kepada anak-anak. Kenyataannya banyak terjadi
eksploitasi seks pada anak-anak di bawah umur. Seperti yang terjadi di
Bali baru-baru ini, yang begitu banyak menyita perhatian, dan menjadi
kasus yang luar biasa (Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto
Mulyadi). Hal ini menjadi kasus yang luar biasa karena pelaku memperkosa
sebanyak enam orang anak di bawah umur
Hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen remaja di Indonesia telah
melakukan hubungan seks pranikah. Angka yang memprihatinkan di negeri
yang cukup menjunjung tinggi nilai moral sehubungan seks. Mengapa mereka
bisa melakukan hubungan seks pranikah? Penyebabnya karena kurangnya
pendidikan seks kepada anak dan remaja.
Tingginya kasus kekerasan seksual pada anak (child abuse) yang dilakukan
oleh orang-orang terdekat anak termasuk keluarga. Misalnya pada kasus
berikut: seorang ayah tiri yang bernama Isrun berusia 32 tahun nekat
menodai anak tirinya yang baru berusia 12 tahun sebanyak tiga kali.
Nafsu bejat sang ayah tiri, akhirnya terkuak kepergok sang ibu yang
melihat suaminya sedang meniduri putrinya. Maka diapun langsung
melaporkan kejadian ini kepada kepolisian. Isrun ditangkap tanpa
perlawanan dan kini ditahan di Polsek Payung.
Dari kasus di atas, kita dapat mengetahui pentingnya pemahaman akan
pendidikan seks usia dini dimana hal ini kurang diperhatikan orang tua
pada masa kini sehingga menyerahkan semua pendidikan termasuk pendidikan
seks pada sekolah. Juga bagaimana bentuk-bentuk pengajaran tentang
perbedaan laki-laki dan perempuan dalam lingkungan sekolah. Padahal yang
bertanggungjawab mengajarkan pendidikan seks di usia dini adalah orang
tua, sedangkan sekolah hanya sebagai pelengkap dalam memberikan
informasi kepada si anak.
Pendidikan seks usia dini dapat memberikan pemahaman anak akan kondisi
tubuhnya, pemahaman akan lawan jenisnya, dan pemahaman untuk
menghindarkan dari kekerasan seksual. Pendidikan seks yang dimaksud di
sini adalah anak mulai mengenal akan identitas diri dan keluarga,
mengenal anggota-anggota tubuh mereka, serta dapat menyebutkan ciri-ciri
tubuh.
Untuk membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah, apalagi yang
ada di dalam pikiran orang tua ketika mendengar kalimat “pendidikan seks
di usia dini” adalah mengajarkan anak untuk berhubungan seksual.
Sehingga orang tua tidak ingin atau enggan untuk mengajarkannya. Namun,
mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak
salah melangkah dalam hidupnya.
Menurut Dr Rose Mini AP, M Psi seorang psikolog pendidikan, seks bagi
anak wajib diberikan orangtua sedini mungkin. “Pendidikan seks wajib
diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat
anak masuk play group (usia 3-4 tahun), karena pada usia ini anak sudah
dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan
dengan pengenalan organ tubuh internal.
Tidak ada cara instan untuk mengajarkan seks pada anak kecuali
melakukannya setahap demi setahap sejak dini. Kita dapat mengajarkan
anak mulai dari hal yang sederhana, dan menjadikannya sebagai satu
kebiasaan sehari-hari. Tanamkan pengertian pada anak layaknya kita
menanamkan pengertian tentang agama. Kita tahu tidak mungkin mengajarkan
agama hanya dalam tempo satu hari saja dan lantas berharap anak akan
mampu menjalankan ibadahannya, maka demikian juga untuk seks.
Pengenalan seks pada anak dapat dimulai dari pengenalan mengenai anatomi
tubuh. Kemudian meningkat pada pendidikan mengenai cara berkembangbiak
makhluk hidup, yakni pada manusia dan binatang. Nah, kalau sudah tahu,
orangtua dapat memberi tahu apa saja dampak-dampak yang akan diterima
bila anak begini atau begitu,”
Salah satu cara menyampaikan pendidikan seksual pada anak dapat dimulai
dengan mengajari mereka membersihkan alat kelaminnya sendiri. Dengan
cara “Mengajari anak untuk membersihkan alat genitalnya dengan benar
setelah buang air kecil (BAK) maupun buang air besar (BAB), agar anak
dapat mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Pendidikan ini pun
secara tidak langsung dapat mengajarkan anak untuk tidak sembarangan
mengizinkan orang lain membersihkan alat kelaminnya.
Pengenalan seks pada anak dapat dimulai dari pengenalan mengenai anatomi
tubuh. Kemudian meningkat pada pendidikan mengenai cara berkembangbiak
makhluk hidup, misalnya pada manusia. Sehingga orangtua dapat memberikan
penjelasan mengenai dampak-dampak yang akan diterima bila anak sudah
melakukan hal-hal yang menyimpangnya.
Cara menyampaikan pendidikan seksual itu pun tidak boleh terlalu vulgar,
karena justru akan berdampak negatif pada anak. Di sini orangtua
sebaiknya melihat faktor usia. Artinya ketika akan mengajarkan anak
mengenai pendidikan seks, lihat sasaran yang dituju. Karena ketika anak
sudah diajarkan mengenai seks, anak akan kristis dan ingin tahu tentang
segala hal.
Jika menunda memberikan pendidikan seks pada saat anak mulai memasuki
usia remaja, maka itu sudah terlambat. Karena di zaman di mana informasi
mudah didapat dari Internet dan teman sebaya, maka saat anak usia
remaja mereka telah mengetahui lebih banyak tentang seks dan kemungkinan
besar dari sudut pandang yang salah.
Cara yang dapat digunakan mengenalkan tubuh dan ciri-ciri tubuh antara
lain melalui media gambar atau poster, lagu dan permainan. Pemahaman
pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat
memperoleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini dikarenakan
adanya media lain yang dapat mengajari anak mengenai pendidikan seks
ini, yaitu media informasi. Sehingga anak dapat memperoleh informasi
yang tidak tepat dari media massa terutama tayangan televisi yang kurang
mendidik.
Pertanyaan
yang sering muncul “perlukah anak diajarkan seks diusianya yang belia
dan bagaimana caranya?” Apabila si kecil sudah mulai menanyakan tentang
jenis kelaminnya, berarti buah hati Anda sudah siap diajarkan seks
sekarang juga. Pengenalan
seks pantas diberikan pada anak-anak usia balita selama masih dalam
kadar yang tidak berlebihan, serta masih mengacu pada hal-hal yang
sederhana.
Dr.
Boyke Dian Nugraha juga menjelaskan, pendidikan tentang seks sebenarnya
perlu diberikan orang tua pada anak sejak usia dini agar anak bisa
lebih memahami keunikan dirinya. Dengan demikian, anak akan lebih
percaya diri, mampu menerima keunikan dirinya sekaligus tahu bagaimana
menjaga dirinya sendiri. Ajarkan pada anak untuk bisa mengatakan “TIDAK”
pada orang dewasa yang belum dikenal/ asing. Ini menjadi salah satu
pencegahan yang efektif agar tidak terjadi pelecehan seks dan hal-hal
lain yang tidak diinginkan.
Secara
garis besar, dr. Boyke membagi pendidikan seks bagi anak berdasarkan
usia ke dalam empat tahap yakni usia 1 – 4 tahun, usia 5-7 tahun, 8-10
tahun dan usia 10-12 tahun.
- Usia 1 sampai 4 tahun
Orangtua
disarankan mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genital.
Perlu juga ditekankan pada anak bahwa setiap orang adalah ciptaan Tuhan
yang unik, dan berbeda satu sama lain. ”Kenalkan, ini mata, ini kaki,
ini vagina. Itu tidak apa-apa. Terangkan bahwa anak laki-laki dan
perempuan diciptakan Tuhan berbeda, masing-masing dengan keunikannya
sendiri.
- Usia 5 – 7 tahun
Menurut
dr. Boyke, rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya
meningkat. Mereka akan menanyakan kenapa temannya memiliki organ-organ
yang berbeda dengan dirinya sendiri. Rasa ingin tahu itu merupakan hal
yang wajar. Karena itu, orang tua diharapkan bersikap sabar dan
komunikatif, menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak. ”Kalau anak
laki-laki mengintip temannya perempuan yang sedang buang air, itu
mungkin karena ia ingin tahu. Jangan hanya ditegur lalu ditinggalkan
tanpa penjelasan. Terangkan, bedanya anak laki-laki dan perempuan.
Orangtua harus dengan sabar memberikan penjelasan pada anak,” ujar
Boyke.
- Usia 8 – 10 tahun
Anak
sudah mampu membedakan dan mengenali hubungan sebab akibat. Pada fase
ini, orangtua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi,
misalnya tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan membentuk
bayi.
- Usia 11-13 tahun
Anak
sudah mulai memasuki pubertas. Ia mulai mengalami perubahan fisik, dan
mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ia juga sedang giat mengeksplorasi
diri. Anak perempuan, misalnya, akan mulai mencoba-coba alat make up
ibunya. Pada tahap inilah peran orangtua amat sangat penting. Orangtua
harus menerima perubahan diri anaknya sebagai bagian yang wajar dari
pertumbuhan seorang anak-anak menuju tahap dewasa, dan tidak
memandangnya sebagai ketidakpantasan atau hal yang perlu disangkal.
Di sisi lain orangtua harus berusaha melakukan pengawasan lebih ketat, dengan cara menjaga komunikasi dengan anak tetap berjalan lancar. Kalau anak merasa yakin dan percaya ia bisa menceritakan apa saja kepada orang tuanya, orang tua akan bisa mengawasi si anak dengan lebih baik.
Sebaiknya anak perempuan memiliki hubungan lebih dekat dengan ibu, dan sebaliknya. Hal itu mempermudah anak membentuk identitas dirinya sendiri sebagai individu dewasa.
”Kalau anak perempuan jauh lebih dekat dengan ayahnya, dan kurang akrab dengan ibunya, ia bisa saja mencari sosok ayah jika ia mencari pasangan hidup kelak, tidak suka teman seusianya.
Di sisi lain orangtua harus berusaha melakukan pengawasan lebih ketat, dengan cara menjaga komunikasi dengan anak tetap berjalan lancar. Kalau anak merasa yakin dan percaya ia bisa menceritakan apa saja kepada orang tuanya, orang tua akan bisa mengawasi si anak dengan lebih baik.
Sebaiknya anak perempuan memiliki hubungan lebih dekat dengan ibu, dan sebaliknya. Hal itu mempermudah anak membentuk identitas dirinya sendiri sebagai individu dewasa.
”Kalau anak perempuan jauh lebih dekat dengan ayahnya, dan kurang akrab dengan ibunya, ia bisa saja mencari sosok ayah jika ia mencari pasangan hidup kelak, tidak suka teman seusianya.
Sudahkah anda melakukannya ? :)
Komentar